Minggu, 20 Februari 2011

Semar, Togog dan Batara Guru


Ismaya yang telah berubah menjadi berwajah buruk dan perut buncit, Antaga yang berwajah tidak kalah buruknya dengan mulut amat lebar serta Manikmaya yg juga merasa amat bersalah menghadap ayahanda mereka sambil menangis, minta ampun dan minta dikembalikan pada kerupawanan semula. Sang Hyang Tunggal yang kemarahannya sudah reda hanya bisa menyesali kutukannya dan mengajak putera2nya untuk ikhlas menerima cobaan ini.

Karena kondisi fisik Ismaya yang tidak memungkinkan, maka rencana Hyang Tunggal untuk menyerahkan tugas2 di Jonggring Saloka tidak jadi diserahkan pada anak tertuanya itu, namun dialihkan pada Manikmaya. Tugas Manikmaya ke depan adalah mengembangkan keturunan para dewata ke Mayapada dan mengawasi kehidupan seluruh umat manusia. Ismaya kelak harus turun ke mayapada untuk mendampingi dan menjaga keturunan para dewata dalam menjalani kehidupannya sehari hari, sedang Antaga bertugas mendampingi dan menginsyafkan orang2 yg angkara murka dan keluar dari jalan yg lurus. Sebagai bagian dari sebutir telur, walau kedudukan berbeda namun harus memiliki tujuan yg sama dalam memelihara kehidupan di mayapada.

Manikmaya yang kini menjadi Betara Guru diberi gelar Jagadnata karena bertugas  mengatur dan menguasai alam raya, ia juga bernama Hyang Otipati karena ia berkuasa menghukum mereka yg bersalah. Sebelum keturunan dewata menyebar, Ismaya yg diberi nama Semar serta Antaga yg kini dinamai Togog sementara masih menetap di Kahyangan, ikut mengawasi dan menegur Manikmaya apabila melakukan tindakan yg salah. Setelah menyerahkan kekuasaan dan mengatur pembagian tugas itu, Hyang Tunggal serta istrinya naik ke kehidupan abadi di Surgadimulya. Apabila dikemudian hari nanti Batara Guru atau Hyang Pramesti sempat merasa takabur dengan segala kekuasaannya, anugerah pusaka maupun kesaktiannya, maka ia akan mendapatkan hukuman dari Hyang Tunggal.

Dinobatkannya Betara Guru menjadi penguasa jagad sempat mendapat tentangan dari  beberapa kalangan termasuk dari jenis jin, dedemit dan duruwiksa. Misalnya, suatu kerajaan demit Dahulagiri yg dipimpin dua rasaksa bernama Cingkarabala dan Balaupata serta yg berbentuk sapi bernama Andini. Setelah Manikmaya berhasil menaklukkan mereka, maka Cingkarabala dan Balaupata diberi tugas menjaga pintu  masuk Jonggring Saloka, sementara Andini yg bisa terbang menjadi tunggangan Manikmaya bila bepergian. Sementara itu, dari kerajaan lain, seorang jin yg bernama Kalamercu juga akhirnya berhasil dikalahkan oleh Manikmaya. Meskipun, karena teramat saktinya, Manikmaya cukup kerepotan dalam pertarungan melawan Kalamercu ini sampai-sampai kaki Batara Guru sempat terjepit di perbukitan lereng gunung Mahameru sehingga sepasang kakinya ini mengecil. Karena cacat kakinya ini Manikmaya juga sering disebut sebagai Sang Hyang Lengin.

Saat yg lain, salah seorang yg masih terhitung keturunan Sang Hyang Tunggal lain  yg bernama Batara Kaneka Putera yg berdiam di suatu kerajaan mengklaim haknya utk juga berkuasa di Kahyangan. Ketika akhirnya Kaneka Putera bisa dikalahkan Batara Guru dan ikut mengabdi di Jonggring Saloka bersama sama Semar dan Togog , ternyata ybs memiliki sifat suka bersenda gurau dan bercanda, namun terkadang  agak melewati batas. Sampai suatu ketika Kaneka Putra dianggap keterlaluan oleh Batara Guru dalam mengejek rupa dan penampilan Semar & Togog pada suatu pembicaraan serius, sehinga keluar supata Manikmaya yg mengakibatkan penampilan Kaneka Putera yg semula tampan dan rupawan berubah menjadi mirip Semar dan Togog. Sejak saat itu Batara Kaneka Putera diberi nama Batara Narada. Ia  mendampingi Manikmaya dalam tugas sehari hari di Kahyangan sebagai penasihat.

Dalam kisah wayang purwa juga diceritakan tentang penyerbuan dua jin bersaudara bernama Mercukali dan Mercukilan. Namun, kesaktian dua jin ini ternyata cukup diatasi oleh Semar. Setelah dikalahkan oleh Semar dan berubah ujud menjadi berpenampilan tidak lagi menyeramkan, mereka dianggap anak oleh semar dan diberi nama Gareng dan Petruk. Ini adalah awal dari gagasan munculnya tokoh punakawan  yg tidak ada di versi India.

Sumber: Kosasih, Ardisoma