Minggu, 20 Februari 2011

Dewi Uma, istri Batara Guru

Di kerajaan Merut, Prabu Umaran mempunyai seorang bayi perempuan yg aneh karena sejak lahir dia tidak pernah bisa dipeluk oleh ayah ibunya. Setiap orang tuanya ingin mengekspresikan kasih sayangnya selalu sang bayi berubah menjadi bayangan yg melayang layang, yg tampak di depan mata namun ketika diraih seolah hanya menyentuh angin lalu saja. Prabu Umaran & istrinya tentu amat sedih mengalami  hal ini. Sampai kemudian oleh dewata mereka berdua dikarunai kemampuan terbang dan berupaya mengejar sang bayi yang terus melayang layang hingga sampai ke Kahyangan,tempat para dewa bersemayam. Para dewata, termasuk Semar & Togog yg juga berusaha menangkap bayi tsb ternyata juga tidak berhasil karena setiap saat selalu berubah menjadi bayangan.

Maka, Batara Guru sendiri yg mengejar bayi aneh tsb yg terus melayang berputar putar dan membubung tinggi ke angkasa seolah mempermainkan Manikmaya. Ajaib, berangsur angsur bayi tsb berubah ujud menjadi seorang putri yg amat cantik. Manikmaya makin penasaran karena sang puteri ini tetap tidak bisa ditangkap walaupun ia telah mengerahkan segala kesaktiannya. Akhirnya Manikmaya meminta  petunjuk pada Hyang Tunggal di swargaloka. Menurut Hyang Tunggal, sang puteri hanya bisa ditangkap bila kedua tangan dan kakinya dipegang sekaligus, oleh karena itu maka ayahandanya ini menganugerahi tambahan sepasang tangan pada Manikmaya sehingga kini ia memiliki 2 pasang atau 4 buah tangan. Dengan memiliki  4 tangan,  Manikmaya disebut juga Hyang Siwaboja.

Akhirnya memang Batara Guru berhasil menangkap sang puteri dan membawanya kembali kepada Prabu Umaran beserta isterinya. Terungkap dari Prabu Umaran bahwa dari garis nasibnya sejak lahir sang puteri yg ternyata bernama Dewi Uma itu ternyata memiliki kelainan, yaitu tertarik pada sesama jenis. Batara Guru yg kadung terpikat pada kecantikan sang puteri, serta merta menyampaikan  pinangannya pada Prabu Umaran, dan dengan kesaktiannya akan berusaha menyembuhkan kelainan Dewi Uma itu.

Setelah batara Guru & dewi Uma menikah, maka lahirlah putera2 mereka yakni  batara Sambu, Brahma, Indra, Bayu dan Wisnu. Putera2 Batara Guru ini kelak berperan besar pada kehidupan di Mayapada, baik di jaman Sri Rama maupun para Pandawa.

Setelah kelahiran putera ke lima inilah mulai timbul kembali kecenderungan sifat  lama dari dewi Uma, yakni tidak adanya hasrat kepada Betara Guru sehingga mereka semakin jarang bercampur sebagai suami istri. Hingga, pada suatu hari saat mereka tengah bepergian berdua, terbang di atas samudera mengendarai lembu Andini, Batara Guru benar2 memuncak rasa birahinya. Dewi Uma menolak sebab menganggap tidak pantas untuk menyampaikan birahi karena adanya kehadiran lembu Andini. Setelah pertengkaran memuncak, ucapan dewi Uma bahwa yg tidak mampu mengendalikan nafsu hanyalah makhluk bertaring menjadi sebuah supata yg berakibat ucapannya menjadi kenyataan. Batara Guru-pun jadi memiliki dua taring bak rasaksa. Karena birahi yg meledak, maka keluarlah zat kehidupan dari sang Batara Guru yg lalu jatuh ke samudera, menjadi sebuah ujud rasaksa yg kelak diberi nama Batara Kala.

Mendapati kenyataan bahwa dirinya bertaring, dalam amarah yg memuncak keluar  juga kutukan dari Hyang Guru bahwa yg pantas menjadi istri seorang yg bertaring adalah juga raseksi. Dan, dalam sekejap dewi Uma yg semula cantik jelita berubah ujud menjadi rasaksa wanita yg mengerikan...

Hanya karena tidak mampu mengendalikan masing2 hawa nafsunya, baik Batara Guru  maupun Dewi Uma hanya bisa menyesali dan meratapi nasib mereka, terutama berubahnya ujud Dewi Uma, yg dahulu menjadikan tertariknya Batara Guru untuk meminang dan memperistri.....


Sumber: Kosasih, Ardisoma, bharatayudha.multiply.com/journal/item/396/Betari_Uma